Pertanyaan :
Saya pernah mendengar orang berkata bahwa tidurnya orang berpuasa itu adalah ibadah. Tapi sampai saat ini saya tidak tahu, benarkah hal itu? Kalau memang benar, apakah itu merupakan hadits nabi atau bukan? Dan kalau memang hadits nabi, riwayatnya serta statusnya bagaimana?
Terima kasih atas jawabannya ustadz
Saya pernah mendengar orang berkata bahwa tidurnya orang berpuasa itu adalah ibadah. Tapi sampai saat ini saya tidak tahu, benarkah hal itu? Kalau memang benar, apakah itu merupakan hadits nabi atau bukan? Dan kalau memang hadits nabi, riwayatnya serta statusnya bagaimana?
Terima kasih atas jawabannya ustadz
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ungkapan seperti yang anda sampaikan, yaitu tidurnya orang berpuasa
merupakan ibadah memang sudah seringkali kita dengar, baik di pengajian
atau pun di berbagai kesempatan. Dan paling sering kita dengar di bulan
Ramadhan.
Di antara lafadznya yang paling populer adalah demikian:
Tidurnya orang puasa merupakan ibadah, diamnya merupakan tasbih,
amalnya dilipat-gandakan (pahalanya), doanya dikabulkan dan dosanya
diampuni.
Meski di dalam kandungan hadits ini ada beberapa hal yang sesuai
dengan hadits-hadits yang shahih, seperti masalah dosa yang diampuni
serta pahala yang dilipat-gandakan, namun khusus lafadz ini, para ulama
sepakat mengatakan status kepalsuannya.
Adalah Al-Imam Al-Baihaqi yang menuliskan lafadz itu di dalam
kitabnya, Asy-Syu'ab Al-Iman. Lalu dinukil oleh As-Suyuti di dalam
kitabnya, Al-Jamiush-Shaghir, seraya menyebutkan bahwa status hadits ini
dhaif (lemah).
Namun status dhaif yang diberikan oleh As-Suyuti justru dikritik oleh
para muhaddits yang lain. Menurut kebanyakan mereka, status hadits ini
bukan hanya dhaif teteapi sudah sampai derajat hadits maudhu' (palsu).
Hadits Palsu
Al-Imam Al-Baihaqi telah menyebutkan bahwa ungkapan ini bukan
merupakan hadits nabawi.Karena di dalam jalur periwayatan hadits itu
terdapat perawi yang bernama Sulaiman bin Amr An-Nakhahi, yang
kedudukannya adalah pemalsu hadits.
Hal senada disampaikan oleh Al-Iraqi, yaitu bahwa Sulaiman bin Amr
ini termasuk ke dalam daftar para pendusta, di mana pekerjaannya adalah
pemalsu hadits.
Komentar Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah juga semakin
menguatkan kepalsuan hadits ini. Beliau mengatakan bahwa si Sulaiman bin
Amr ini memang benar-benar seorang pemalsu hadits.
Bahkan lebih keras lagi adalah ungkapan Yahya bin Ma'in, beliau bukan
hanya mengatakan bahwa Sulaiman bin Amr ini pemasu hadits, tetapi
beliau menambahkan bahwa Sulaiman ini adalah "manusia paling pendusta di muka bumi ini!"
Selanjutnya, kita juga mendengar komentar Al-Imam Al-Bukhari tentang
tokoh kita yang satu ini. Belaiu mengatakan bahwa Sulaiman bin Amr
adalah matruk, yaitu haditsnya semi palsu lantaran dia seorang pendusta.
Saking tercelanya perawi hadits ini, sampai-sampai Yazid bin Harun mengatakan bahwa siapapun tidak halal meriwayatkan hadtis dari Sualiman bin Amr.
Iman Ibnu Hibban juga ikut mengomentari, "Sulaiman bin AmrAn-Nakha'i
adalah orang Baghdad yang secara lahiriyah merupakan orang shalih,
sayangnya dia memalsu hadits. Keterangan ini bisa kita dapat di dalam
kitab Al-Majruhin minal muhadditsin wadhdhu'afa wal-matrukin. Juga bisa kita dapati di dalam kitab Mizanul I'tidal.
Rasanya keterangan tegas dari para ahli hadits senior tentang
kepalsuan hadits ini sudah cukup lengkap, maka kita tidak perlu lagi
ragu-ragu untuk segera membuang ungkapan ini dari dalil-dalil kita. Dan
tidak benar bahwa tidurnya orang puasa itu merupakan ibadah.
Oleh karena itu, tindakan sebagian saudara kita untuk banyak-banyak
tidur di tengah hari bulan Ramadhan dengan alasan bahwa tidur itu
ibadah, jelas-jelas tidak ada dasarnya. Apalagi mengingat Rasulullah SAW
pun tidak pernah mencontohkan untuk menghabiskan waktu siang hari untuk
tidur.
Kalau pun ada istilah qailulah, maka prakteknya Rasulullah SAW hanya
sejenak memejamkan mata. Dan yang namanya sejenak, paling-paling hanya
sekitar 5 sampai 10 menit saja. Tidak berjam-jam sampai meninggalkan
tugas dan pekerjaan.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Sumber : rumahfiqih.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar