Tulisan

  • Kepala Sekolah SDN Pesantren 2014-Sekarang
  • Drumband
  • Paduan Suara
  • Pianika

Selasa, 07 Juni 2016

Ramadhan dan 'Setan' Televisi

Pertanyaan :
Assalamu 'alaikum wr. wb.
Perkenankan saya mengadukan masalah gangguan 'setan' bulan Ramadhan yang sangat dahsyat, yaitu tayangan televisi di bulan Ramadhan.

Bagaimana tanggapan ustadz terkait dengan setan yang satu ini. Rasanya kok menggangu sekali. Anak-anak bukannya pada ibadah, tetapi malah asyik di depan televisi. Bahkan para orang tua dan masyarakat umum pun sama-sama jadi korban televisi di bulan suci ini.

Mohon tanggapan ustadz dalam masalah yang satu ini, terima kasih

Wassalam
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebenarnya yang mengeluhkan masalah ini sangat banyak. Anda adalah salah satu dari jutaan umat Islam di negeri ini yang jadi korban televisi. Tepanya korban buruknya konten yang ditayangkan oleh sekian stasiun televisi. Sebab televisi sebagai sebuah teknologi tentu bebas nilai. Televisi baru menjadi positif atau negatif tergantung apa konten yang terdapat di dalamnya.

Sayangnya justru konten televisi kita ini yang sakit parah. Berbagai tayangan kurang berkualitas nyaris memenuhi semua lini dan jam tayang. Sehingga sampai ada gerakan matikan televisi atau malah membuang televisi, saking kesalnya dengan parade konten sampah yang tidak bermanfaat.

Kualitas konten di televisi kita di bulan Ramadhan memang masih jauh dari sehat. Bahkan sebenarnya secara umum baik di Ramadhan ataupun di luar Ramadhan sama saja, yaitu sama-sama tidak sehat.

Lomba Busana
Kalau pun ada yang berbeda antara tayangan di luar Ramadhan, yang membedakannya paling jauh cuma kostum dan setingnya saja. Masuk Ramadhan, kostum pelawak TV dan artisnya rada beda, mereka ramai-ramai berkostum keislaman.

Sayangnya, dari sisi materi yang mereka bawakan, nyaris sama rusaknya dibandingkan hari-hari biasa. Bahkan malah lebih terasa rusak, lantaran semua dilakukan di bulan suci dan mulia.

Televisi RAmadhan dari tahun ke tahun tidak pernah lupa menampilkan gaya berbusana para presenter acara maupun narasumber. Para perancang mode rupanya habis-habisan mengerahkan keahlian mereka untuk menghasilkan busana-busana seperti itu. Sebenarnya tidak lain sekedar dagangan milik
perancang mode tertentu ataupun toko busana (butik).

Alasannya terkesan basi. Mereka bilang bahwa Islam pun bisa tampil keren, tidak kumuh sebagaimana terkesan selama ini. Padahal intinya tidak lebih dari penawarkan barang mumpung Ramadhan. 


Tetap Setia Dengan Gosip Artis
Aqidah dasar stasiun televisi kita adalah tayangan gosip artis. Menu ini ibarat rukun iman yang enam, kalau sampai acara gosip arits tidak ada, maka gugurlah 'keimanannya'.

Masuk bulan Ramadhan, tayangan gosip artis tetap jaya. Dan hebatnya, acara ini nyaris tidak berubah kontennya, kecuali pembawa acaranya pakai jilbab. Isinya tetap gosip yang makin digosok makin sip.

Padahal Ramadhan itu seharusnya kita puasa juga dari berghibah dan ngomongin kejelekan orang, apalagi mengumbar 'aib orang lain. Setidaknya biar pahala puasa kita tidak hilang dan musnah sia-sia begitu saja.

Lawakan Tidak Bermutu
Televisi kita memang dijejali dengan beragam konten lawakan yang sebenarnya sama sekali tidak lucu. Dan lebih sering teknisnya dalam bentuk mengumbar cacian, hinaan, makian, bahkan pelecehan serta penodaan kepada orang lain. Dan masuk bulan Ramadhan, konten-konten semacam itu ternyata masih saja setia ditampilkan.

Seakan-akan ada keyakinan dari pemilik stasiun televisi, bahwa bisnis mereka akan langsung bubar karena tidak ada penontonnya bila menampilkan hal-hal yang lebih santun dan bermoral.

Yang jadi korbannya tentu saja masyarakat awam. Mereka tidak punya pilihan lain kecuali menonton tayangan sampah yang tidak ada manfaatnya.

Banci Televisi
Di bulan Ramadhan yang suci dan mulia ini, yang berkostum banci laknatullah juga masih tampil biasa saja di televisi. Mereka tetap setia memerankan wanita padahal dia laki-laki atau sebaliknya. Ramadhan tidak Ramadhan, masih setia dan rajin melanggar syariat.

Lucunya, yang nonton pun ikut tertawa-tawa seolah meridhai kemungkaran itu sendiri. Parahnya ada pemikiran bahwa kalau jadi banci pura-pura atau sekedar akting, hukumnya boleh. Yang tidak boleh itu kalau jadi banci beneran.

Padahal yang diharamkan dalam syariat justru penampilannya itu sendiri. Mau pura-pura atau mau beneran, asalkan tampil dengan penampilan lawan jenis, meski hanya pada cara bicara, atau gerak-gerik, sama saja, sama-sama dilaknat Allah. Dan tentu saja jadi banci beneran, dalam arti melakukan operasi ganti kelamin, tentu haram dan kena laknat juga.

Anehnya, banc-banci televisi tetap jaya di bulan Ramadhan, tanpa ada yang berusaha meluruskannya. Malah ustadznya ikut tampil bersama para banci dan membiar saja. Malah ikut-ikutan tertawa-tawa bersama pada banci televisi itu. Naudzu billah min dzalik.

Hilangnya Kesempatan Ibadah Ramadhan


Tetapi lepas dari semua kejelekan tayangan konten televisi di bulan Ramadhan, yang paling parah buat umat adalah hilangnya kesempatan untuk mengisi bulan Ramadhan dengan menambah ibadah berganti dengan menonton acara yang tidak mendatankan kebaikan.

Coba lihat jam tayangnya, malam-malam bulan Ramadhan yang seharusnya sangat berharga untuk kita khusyu bertarawih, qiyamullail, bertilawah dan mendekatkan diri kepada Allah, malah diisi dengan hura-hura secara live alias siaran langsung.

Lucunya, pada jam-jam yang seharusnya orang khusyu beribadah itu, acara live itu menampilkan juga para ustadz. Jelas sekali para ustadz ini pun ikutan juga tidak shalat tarawih di acara itu. Bukan cuma sesekali, tetapi tiap malam terus tampil dalam acara hura-hura. Aneh bin ajaib tetapi itulah yang terjadi.

Intinya, semua tayangan Ramadhan itu malah membuat umat Islam lebih khusyu' beri'tikaf di depan layar kaca ketimbang di masjid. Umat ini jadi lebih rajin tadarus televisi ketimbang tadarus Al-Quran. Baca Quran baru dapat setengah halaman, langsung terserang rasa kantung maha hebat. Ajaibnya, begitu pegang remote televisi, semua rasa kantuk itu pun langsung hilang.

Ceramah Agama
Acara ceramah agama di bulan Ramadhan memang lebih banyak tampil. Tiap stasiun televisi seakan berlomba menampikan ceramah agama, baik menjelang buka atau pun saat sahur dinihari.

Sayangnya, yang sesungguhnya terjadi sekedar menambah jam tayang dan koleksi ustadz saja. Bagaimana dengan kualitas materi dan derajat ilmu yang disampaikan?

Sayang sekali masih jauh dari yang ideal. Karena meski bertabur dengan ustadz di bulan Ramadhan, tetapi secara esensi dan kualitas materi yang disampaikan, rasanya masih sama saja. Itu-itu juga dan tidak menambah ilmu.

Kenapa?

Sebab lebih banyak lawaknya ketimbang ilmunya. Entah apa benar atau tidak, tetapi ada kesan makin lucu ustadznya makin sering tampilnya. Kadang ustadznya lebih lucu dari pelawaknya.

Belum lagi kajian itu malah dijejali dengan beragam kuis tidak berkualitas plus tent saja beragam hadiah. Kuisnya tidak berkualias, karena tidak terkait dengan ilmu. Jadi intinya balik lagi, kuis dan hadiah tidak lebih sekedar pesan dagangan dari para sponsor yang membiayai acara ceramah tersebut. Rupanya 1001 akal digunakan, ceramah pun tetap disisipkan ritual dagang.

Alternatif
Alternatif yang paling mudah, jangan nyalakan televisi di bulan Ramadhan. Setidaknya, harus ketat dalam penggunaannya dan selektif. Kalau kontennya tidak bermanfaat, kenapa harus ditonton?

Alternatif lain, ganti channel jangan tonton tayangan lokal, pindah ke siaran langsung dari Masjid Al-Haram Mekkah atau Madinah. Kita lihat bagaimana semangat orang-orang bertarawih di dua masjid itu. Sayangnya, saat tarawih disana, kita sudah lewat jam 24 dini hari. Waktunya istirahat seharusnya.


Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA




Sumber:  rumahfiqih.com

Tidak ada komentar: